Senin, 25 Mei 2009

Kontroversi Ekonomi Neo-Liberal dlm Pilpres 2009 (Bagian 1)

Pembaca yg budiman,

Pada pemilu 2004, saya memilih SBY pada putaran 2, krn saya anggap SBY adalah kandidat terbaik dibanding kompetitornya, Mega-Hasyim.
Mengapa?
Saya tidak memilih Mega-Hasyim, karena kasus-kasus pada perekonomian kita dimana pada masa pemerintahan Mega-Hamzah terjadi beberapa hal sbb:
- Penjualan Indosat Rp 6 T , BUMN strategis di bidang komunikasi.
- Penjualan bank-bank rekap kepada investor asing, dimana ternyata bank2 tsb masih ada kewajiban Obligasi Rekap negara, shg akhirnya negara kita, harus membayar kupon dan cicilan obligasi rekap tsb kepada asing.... (bodoh sekali bukan????)
- Rencana penjualan BUMN-2 lainnya ke investor asing (waiting list)
Kalo kita ingat, Menko Perekonomian pada saat itu adalah Prof Dr Boediono. Sayang sekali, beberapa langkah yang tidak nasionalis terjadi waktu itu. Satu hal yang sangat saya puji adalah ibu Mega tidak mau menaikkan harga BBM secara signifikan mengikuti harga pasar, kecuali terpaksa saja.

Saya tidak bermaksud ikut-ikutan menyudutkan Prof Dr Boediono sebagai agen asing atau Neo Lib... dsb (saya khawatir stigma macam ini bisa menyesatkan juga karena rakyat akan bertanya: apa sih yang dimaksud Agen Asing???)
Namun demikian, seorang "ahli ekonomi" pasti memiliki "mahzab ekonomi" yang mendarah daging yang dianutnya, shg ketika ybs menjadi pengambil keputusan, segala keputusannya pasti berdasarkan "teori /mahzab ekonomi" yang "diyakininya" paling baik dan benar. Hal ini wajar2 saja sebenernya. Mungkin saja, Prof Dr Boediono ini memang meyakini bahwa ekonomi harus diserahkan kepada "PASAR"... dan pasar yg akan mencari ekuilibriumnya sendiri, dimana campur tangan pemerintah seminimal mungkin. Saya tidak tahu persis apakah beliau penganut mahzab ekonomi liberal, neoliberal, sosialis, atau apalah, karena belum pernah mengikuti seminar ekonomi beliau, apalagi berdiskusi ekonomi dgn beliau. Yang jelas dan perlu kita cermati adalah fakta perekonomian negeri kita yang terjadi di depan mata, semasa beliau menduduki posisi kunci dalam perekonomian negeri ini.
Dalam 3 tahun terakhir ini, dimana beliau menjadi Menko Perekonomian dan terakhir sebagai Gubernur BI, beberapa kebijakan ekonomi Indonesia sepertinya mengikuti butir2 di dalam Washington Consensus yg merupakan ciri khas ekonomi neoliberal.


Bahwa Prof Dr Boediono dituding sbg "kaki tangan" atau Agen Asing, mungkin memang tidak benar. Tidak mungkinlah beliau memiliki "deal-deal" khusus dgn asing. Sangat mungkin bahwa Prof Dr Boediono itu memiliki Faham/Mahzab ekonomi yg DIINGINKAN dan DISUKAI pihak Asing. Karena apa??? Dgn mahzab/faham ekonomi yang dianutnya, tentu Prof Dr Boediono akan merekomendasikan hal-hal yg sejalan dgn keinginan & kepentingan asing, di antaranya:
- Privatisasi BUMN strategis, meskipun menyangkut hajat hidup orang banyak (PLN, jalan tol, minyak bumi, baja, tambang2 lain, dsb)
- UU Penanaman Modal yang membolehkan asing menguasai mayoritas (>51%) perusahaan dalam negeri.
Semuanya bisa diambilalih dan dimasuki asing secara halus melalui PASAR/ ekonomi PASAR. Ingatlah AMANAT UUD 45 psl 33, dan AMANAT para pendiri negeri ini, bahwa BUMI, AIR, dan KEKAYAAN yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh NEGARA, dan digunakan SEBESAR-BESARNYA untuk KEMAKMURAN RAKYAT....!!!! Inget temen2....pelajaran kita di SD waktu kita masih kecil???? Kemakmuran Rakyat, bukan kemakmuran orang asing asing !

(...Bersambung ke Bagian 2, krn sudah maghrib, penulis ingin sholat berjamaah di mesjid)